Social Follow

Kontribusi

Tulisan ini sepenuhnya hanya untuk memberikan informasi tentang Nagari Sungai Patai kecamatan Sungayang. Tulisan-tulisan yang di Blog ini secara keseluruhan represenatif akan tetapi tulisan-tulisan yang berada dalam sudut pandang penulis tanpa mengabaikan fakta-fakta yang ada.Bagi yang ingin berkontribusi silakan kirim tulisan ke silatsungaipatai@gmail.com tema tulisan meliputi Sejarah, Budaya, maupun hal unik yang ada di Sungai Patai. kami juga menerima tulisan yang berkenaan dengan Sungai Patai dimanapun berada.Semoga Bermafaat.

Instagram

Search This Blog

Blog Archive

Stay Connected

Sidebar Ads

Pages

Pantangan Suku Patopang

Foklor atau cerita rakyat telah menjadi bagian dari tradisi masyarakat. Cerita tentang hantu suku patopang, merupakan foklor (cerita rakyat) yang berkembang secara turun temurun. Dalam setiap foklor untuk menjaga dan mengandung makna yang tersirat untuk menyambaikan sebuat larangan atau pantang. Suku Patopang dalam salah satu suku yang ada di Minangkabau. Tulisan Elmirizal Chanan St Lenggang Basa dalam blog palantamiang, Patopang berakar kata topang. Topang dalam bahasa Minangkabau dapat diartikan dalam bahasa Indonesia berarti Sangga atau Dukung (Penopang/Penumpu).
Suku Patopang tersebar hampir seluruh wilayah kebudayaan. Suku Patopang dalam dialek orang Sungai Patai, berbagai daerah mempunyai dialek sendiri ada yang menyebut suku patapang, pitopang.
Dalam foklor atau cerita rakyat yang berkembang suku patopang terkenal dengan Pantangan-pantangan dan sumpah yang tidak boleh dilanggar. Pantangan ini akhirnya berkembanga menjadi cerita-cerita rakyat yang diceritakan secara tutun termurun bahkan ada yang mengatakan Suku ini memliki cerita tersediri tentang "kunjungan lelulur" dalam bentuk lain.
Di Nagari Gunung Malintang, Pangkalan Koto Baru seperti yang dilansir dalam blog Suryadi yang juga pernah  dimuat di harian Padang Ekspress, hari Minggu, tanggal 24 Oktober 2010, yang diterjemahkan dari Catatan seorang Belanda yang bernama G. De Waal yang pernah ditugaskan di daerah Kampar yang dikenal dalam wilayah kebudayaan Minangkabau sebagai ikua darek Kapalo rantau. De Waal menyebutkan dalam Artikelnya yang berjudul Pantangans in de negari goenoeng Malintang, onderafdeeling Pangkalan, Kota Baharoe en XII kota Kampar yang dimuat dalam Tijdschrift voor het Binnenlandsch Bestuur voor het Binnenlandsch Bestuur 3e deel, Nos. 1‐6 (1889), hlm. 106‐12 menenangkan bahwa setiap suku di nagari Gunuang Malintang mempunyai pantangan sendiri-sendiri termasuk dalam artikel ini memuat pantangan suku patopang.
Dalam artikel De Waal ini Suku patopang (pitopang). Pertama,  berpergian mengambil bambu, sebab nenek moyang mereka dari hantu tinggi. Kalau membuat hal demikan maka semua keturunan orang patopang akan punah. Kedua, buah Pauh berbintik, jika menmakan dengan sengaja akan mendapatkan penyakit, namun jika tidak tahu maka tidak apa-apa. Ketiga, memakai rotan sebagai tali jemuran kain, jika dilakukan akan mendapat penyakit kusta. Keempat, tidak boleh membuatkan anak, jika ini dilakukan maka umur anak tersebut tidak akan lama. Kelima, didalam rumah jika ditemui lebah bersarang diatas loteng itu pertanaa akan ada penyakit masuk kerumah baik itu penyakit alami atau penyakit kiriman.
Lain lagi di Sungai Patai berbagai cerita yang berkembang tentang suku patopang. Cerita yang didengar atau diceritakan secara turun temurun berhubungan dengan suku patopang ini antara lain pertama, hantu patopang tidak menganggu karena “mereka” adalah wujud dari nenek  moyang untuk mengunjungi anak cucu”mereka” yang hidup. Kedua, jangan memasak atau mengulai daging malam hari. Daging dipercaya sebagai makan kesukaan hantu yang ada di sungai patai. Setiap ada acara kenduri harus ada yang di tinggalkan untuk hantu, begitu juga untuk hantu suku patopang. Sedangkan untuk anak kemenakan mereka klau mengulai daging harus meninggalkan daging tersebut Ketiga, Pada hari tertentu hendaknya menyediakan nansi dalam periuk. Malam kamis merupakan malam keramat dalam kebudayaan Nusantara. Pada malam mini berbagai jenis hantu mucul ke permukaan bumi. Hantu suku patopang ini dipercaya juga keluar untuk menjenguk anak cucu mereka, atau atau sekedar silaturahmi. Ada juga yang berpendapat hantu suku patopang ini datang untuk meminta makan, makannya juga nasi yang disediakan dalam periuk. Jika tidak ada maka akan terdengar tangisan atau ratapan ditengah malam pekat. Keempat, memberikan tanda-tanda akan kematian kepada anak cucu “mereka”
Selain itu, suku patopang mempunyai beberapa pantangan yang tidak boleh dilanggar oleh anak cucu. Antara lain Pertama, jangan menghalangi jalan “mereka” jika ini dilakukan maka hantu ini akan menangis, atau memgoyang-goyang rumah anak cucu, memberikan tanda bahwa jalan mereka terhalangi. Keempat, jangan meletakkan sapu dibelakang pintu, ini dipercaya sebagai pengundang hantu suku patopang untuk naik dan mengganggu. Dalam bahasa sekarang adalah bentuk tantangan kepada hantu suku patopang. Sapu adalah alat untuk memencing hantu patopang keluar daa yang bias hanyalah anak cucu atau kemenakan nya saja, pernah di coba tengah malam di pancing lah hantu tersebut mak di mengamuk dan apa yang ada di atas meja di obrak abrik. Kelima, anak pisang dari orang suku patopang dilarang tidur di bawah bandua (tinggat di rumah gadang).
lain lagi dengan cerita Rakyat tentang suku Patopang di SITIUNG, dikutip dari warnetgadis.com Ada sebuah daerah bernama Pinang Gadang suku patong dikenal dengan orang kaya dan perempuanya cantik-cantik sehingga jari lengannya dipasangkan perhiasan.pada saat musim kemarau bertepatan dengan ada pesta. karena kesusaahn air saat musin kemarau terpaksa mengabambil ari ke hulu sungai Piko yang terletak jauh dari pemukiman. 
suku patopang yag dikenal cantik dan punya banyak perhiasan takut kecantikannya rusak dan perhiasannya hilang maka tak satupun yang mau mengambil air. Akhirnya niniak mamak dan bundo kanduang suku patopang mengucapkan ikrar dan bersumpah, dimana isi sumpahnya adalah "yang maha kuasa mengapa engkau sangat menyulitkan turunnya hujan ketika kami mengadakan pesta, saya bersumpah atas nama-Mu yang maha kuasa saya tidak sudi mengambil air yang letaknya jauh dibawah desa kami ini, tolong engkau turunkan hujan ketika kami mengadakan pesta sampai kapanpun." langit dan bumi pun menyaksikan sumpah suku patopang tersebut, sehingga Yang Maha Kuasa mengabulkan do’a bundo kanduang dan niniak mamak dari suku patopang, maka turunlah hujan deras yang tiada hentinya, hujan tersebut berhenti jika pesta suku patopang tersebut telah selesai.

Sekarang tergantung anda, masalah yang ghaib hanya milik dari Sang Penguasa Alam  Allah SWT.

2 comments :

  1. Menarik juga....bagus,lanjutkan

    ReplyDelete
  2. Memang benar cerita di atas,saya suku pitopang sudah mendengar cerita ini sebelum nya dari ibu saya

    ReplyDelete

Copyright © SUNGAI PATAI. Designed by OddThemes