Sekitar awal
abad ke-20, jumlah lareh banyak sekali kira – kira 140 buah. Jumlah penghulu di
tiap lareh tidak menentu sesuai kebutuhan. Ada Tuanku lareh yang membawahi 17
penghulu kepala, seperti VII Koto, ada pula yang 10 ( lareh Banuhampu dan IV
Koto), ada yang membawahi 1 penghulu seperti di Lubuk Tarap, malahan ada lareh
yang tidak mempunyai penghulu kepala seperti Ujung Gading dan Sikilang. Jumlah
penghulu kepala secara keseluruhan kira – kira 500 orang. Tidak semua penghulu
kepala dibawahi seorang kepala lareh langsung di bawah ondeeafdeeling seperti
di daerah Bandar X. Kota Padang, kecuali regent ada 8 penghulu (wijkhoofd), seorang pemuncak dan 2 orang
penghulu pasar. Demikian cara sistem pemerintahan Hindia Belanda membongkar
pemerintahan tradisional melalui pejabat pribumi yang dibayar. [1]
Setelah Plakat
Panjang di tandatangai, Belanda
merombak sistem pemerintahan
Sumatra’s Weskust awal abad ke-20 dan pembagian wilayah. Tujuannya untuk memudahkan
pengontrolan terhadap masyarakat. Pada akhir abad ke-19 Sumatera Barat terdiri
dari 3 resisidensi : Tapanuli, Padangsche Benerdelanden (pesisir), Padangsche
Bovenlanden (pedalaman). Benerdelanden mempunyai 4 kabupaten terdiri dari Air
Bangis, Rao, Pariaman, Padang dan Painan), Bovenlanden terdiri dari 4 kabupaten
juga antara lain Lima Puluh Kota, Agam, Tanah Datar dan
XIII serta IX-Koto). Kemudian sejak tahun 1906 Sumatera Barat menjadi satu
residensi terlepas dari residensi Tapanuli. Belanda membagi menjadi 8 kabupaten
(afdeeling). Kabupaten Tanah Datar dengan 4 onderafdeeling yaitu Sawahlunto (Kecamatan
Sawahlunto), Fork Van Der Cappelen (Kecamatan Batusangkar dan Pariangan),
Sijunjung (Kecamatan Sijungjung dan Buo), dan onderafdeeling Batang Hari (Kecamatan Batang Hari dan Koto Besar). [2]
Pembagian sistem Afdeling
dan onderafdeling masa Hindia Belanda, Nagari
Sungai Patai merupakan daerah persekutuan Sungai Tarab yang berada dalam onderafdeling
Batusangkar.
Berdasarkan dokumen catatan yang tertulis Nagari Sungai
Patai telah melaksanakan pergantian Wali Nagari jauh sebelum Indonesia merdeka.
Pada masa perang kemerdekaan Sungai Patai pernah diserbu oleh Belanda lebih
kurang 1 peleton dan menangkapi orang Sungai Patai beberapa orang yang
meninggal yaitu Bahaudin, Ilyas, dan seorang Wanita. Di awali tahun 1949
terbentuk suatu unit gerilya yang bernama Pasukan Mobil Teras (PMT). Anggota
PMT ini berasal dari pemuda yang telah mendapat latihan militer dari tentara
Jepang dahulu. Rentang tahun 1934-1945 ada beberapa badan yang dibentuk oleh
Jepang di Sungai Patai yaitu Sukarela, Hei-Ho , Giu-Gum dan lascar Rakyat
anggotanya adalah Rusli Jamil, Muhammad Rasyid Manan Rusli Shaloh, Muruk, Nana,
Nasar Bohar, Satin Biran, Buyung Lambau, dan Buyung Tamah. PMT ini
benar-benar dapat memporak-porandakan pasukan Belanda. Untuk mengantisipasi
sergapan PMT Belanda meningkatkan tekanan militer terus menerus. Dalam pasukan
PMT ini meniggal akibat serangan Belanda adalah Tutin dan Nazaruddin.[3]
Kantor Wali Nagari Sungai Patai Sekarang ini |
Periode Wali Nagari Sungai Patai
-Datuk Sianso (....... sampai 1903)
Dalam masa perang
kemerdekaan sudah ada puluhan Wali Nagari Sungai Patai berganti. Berganti pada
tahun 1903 Wali Nagari dikepalai oleh Datuk Sianso dari Sungai Tarab, ia
bekerja sebagai penyampai perintah dari Fort Der Cappellen,
- Abdul Wahab Datuk
Sianso asal Tigo Batur (1903-1907)
Wali Nagari Sungai Patai
adalah Abdul Wahab Datuk Sianso asal Tigo Batur, Masa kepemimpinan Datuk
membangun kebun kopi dan peninggalannya masih ada sehingga masyarakat menyebut
daerah itu dengan Kebun Tigo Batu.
H.A.D Datuk Paduko Nan
Kasek (1907-1913)
Sungai Patai dipimpin
langsung oleh orang asli yaitu H.A.D Datuk Paduko nan Kasek, pada masa ini
Datuk membangun pertama kali sekolah setingkat SD pada tahun 1910 dengan guru
pertamanya adalah Sutan Kalipa.
-A. Datuk Manggung (1913-1916)
Jembatan Tanbatu yang
beberapa minggu terakhir rusak akibat air. ini dibangun masa Wali Nagari Sungai
Patai A. Datuk Manggung bersamaan dengan jembatan Tabek Dewagh mulai tahun
1913-1916.
-S. Datuk Cumano tahun 1916
Semenjak Wali Nagari S.
Datuk Cumano tahun 1916 Datuk menganjurkan penanaman kulit manis dengan dimulai
dari dirinya sendiri. Masa kepemimpinan Datuk tidak sampai setahun.
-J. Datuk Paduko Sinaro (1916-1923)
Pada masa J. Datuk
Paduko Sinaro, sistem tanam kopi pada masa Belanda, Datuk menanam kopi atas
nama Nagari. Datuk menjabat sebagai Wali Nagari sampai tahun 1923.
-S. Tanmarajo
(1923-1925) masa ini pembangunan tidak ada.
-U. Datuk Paduko Alam (1925-1927)
Pembangunan Balai adat,
mesjid kayu dan mengembangkan kulit manis di daerah Gunuang IX dilakukan pada
masa pemerintahan.
-W. Datuk Tianso (1927-1937)
Pembangunan fasilitas
public lainnya seperti Los Pasar Jumat, Jembatan
Ngungun tahun 1930, membangun Polongan di jalan, dilakukan pada masa
W. Datuk Tianso. Datuk menjabat Wali Nagari Sungai Patai selama 10 tahun yaitu
tahun 1927-1937.
-A.H Datuak Paduko Nan Kasek (1937-1939)
Pembangunan fasilitas
lain dilanjutkan pada masa A.H Datuak Paduko Nan Kasek tahun 1937-1939. Datuk
membangun kantor Wali Nagari yang kedua kalinya, Gedung Sekolah Dasar yang
ketiga dan merehabilitasi banda di di Pasar Jumat.
-J.Datuk Paduko Sinaro (1939-1943
Masa peralihan kekuasaan
Belanda ke Jepang, Sungai Patai di pimpin oleh J.Datuk Paduko Sinaro, ini
periode ke-2 Datuk menjadi Wali Nagari Sungai Patai. Masa kepemimpinan Datuk
kali ini membangun kembali mesjid Ihsan Sungai Patai.
-M. Datuk Bagindo Sinyato (943-1945)
Pada Masa Jepang, Wali
Nagari Sungai Patai dipimpin oleh M. Datuk Bagindo Sinyato tahun 1943-1945.
Pembangunan masa ini tidak dapat dilakukan karena Jepang tidak ingin bangsa
Indonesia sejahtera.
-A.Sutan Jalano (1945-1948)
Setelah Indonesia
diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta di Jakarta, di Sungai Patai dipimpin
oleh Wali Nagari A.Sutan Jalano, Datuk
menata kembali system pemerintahan.
-Tamar Mony (1948-1950)
Tepat tahun saat Agresi
militer Belanda II sampai penyerahan kekuasaan oleh Belanda Ke Indonesia, saat
itu yang menjadi Wali Nagari Sungai Patai Tamar Mony juga menjabat sebagai
Susunan pemerintahan otonomi Sungai Patai, Tanjung dan Andalas.
-M. Sutan Jomudo (1950-1952)
Tahun 1950, merupakan
tahun Indonesia berdaulat penuh atas Wilayahnya, walaupun saat itu RIS
(Republik Indonesia Serikat) masih dalam tahap peleburan menjadi Negara
Kesatuan Republik Indonesia(NKRI). Di Sungai Patai saat itu dipimpin oleh Wali
Nagari M. Sutan Jomudo yang juga sama sebagai penyusunan tanaman
pemerintahan.
-I.Datuk NaroTahun
(1952-1956)
Ini kali kedua I.Datuk
Naro menjabat Wali Nagari Sungai Patai, pada masanya penyusunan pemerintahan
telah selesai dilaksanakan sehingga Datuk meninggalkan arsip ketikan di tahun
1952. [4]
M.S Datuk Indo Marajo
(1956-1958)
Tahun 1956 Wali Nagari
Sungai Patai diteruskan oleh M.S Datuk Indo Marajo, Datuk rehabilitasi Bandar
buluh kasok dan membangun surau balai tahun 1958 yang sekaligus habis masa
pemerintahannya.
-A.H.Datuk Paduko Nan Kasek (1958-1961)
Walaupun Sungai Patai
ada peninggalan
PRRI, itu tidak menghentikan pembangunan tetap berjalan pada masa
pemerintahan A.H.Datuk Paduko Nan Kasek yang kedua kalinya menjabat Wali
Nagari. Jembatan ke Mesjid Ihsan sekarang, Jembatan Surau Darek dan Bandar Baru
dibangun masa Datuk.
-I.Datuk Naro (1961-1967 )
Setelah pergolakan
daerah selesai tahun 1961, di Sungai Patai juga terjadi pergantian Wali Nagari.
I.Datuk Naro kembali menjabat Wali Nagari Sungai Patai tahun 1961-1967 Datuk
membangun kembali Gedung SD.
- A. Datuk Lelo Nan
Putih (1967-1968)
Banyak fasilitas public
yang rusak selama pergolakan
PRRI Kokohan jembatan Ngungun sebagai pintu masuk Sungai Patai sangat
penting, Masa kepemimpinan Wali Nagari Sungai Patai A. Datuk Lelo Nan Putih
membangun Pondasi jembatan
Ngungun dan juga merehabilitasi jembatan Tabet Datar.
-D. Datuk Rajo Besar
(1968-1969)
Membangun Bandar buluh
kasok melalui bantuan pemerintah Provinsi Sumbar.
Jika dirunut masa ini
masa kewalinagarian Sungai Patai sebelum berlaku undang-undang desa sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah
Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Sumatra Tengah. Undang-undang Nomor
5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Setiap Wali nagari yang
memimpin Nagari memperhatikan pembangunan. selanjutkan pada masa setelah tahun
1969, kepemimpinan nagari Sungai patai dalam masa peralian menjadi desa. desa,
adalah otoritas terendah dari dalam sisem admistrasi masa Soeharto. Saat itu,
terjadi sentralisasi dan pengaturan sistim kepemimpin sampai tahap yang
terendah.
Maka
semenjak tanggal 1 Agustus 1983, seluruh nagari-nagari yang ada di Sumatera
Barat dileburkan menjadi pemerintahan desa. Jorong yang menjadi bagian nagari
waktu itu langsung dijadikan desa, sehingga nagari dengan sendirinya menjadi
hilang. Pemerintahan desa yang berasal dari budaya Jawa dipimpin oleh seorang
Kepala Desa. Pada pemerintahan desa, desa atau kelurahan adalah bagian dari
wilayah Sistem Pemerintahan Nagari di wilayah Minagkabau diyakini telah
diterapkan jauh sebelum berdirinya kerajaan Pagaruyung. Tetapi semuanya itu
berubah semenjak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 Tentang
pemerintahan Desa yang telah menyeragamkan sistem pemerintahan terendah di
seluruh Indonesia kecamatan. Dalam menjalankan hak, wewenang dan
kewajiban pimpinan pemerintahan desa, Kepala Desa bertanggung jawab kepada
pejabat yang berwenang mengangkat melalui Camat, dan memberikan keterangan
pertanggungjawaban tersebut kepada Lembaga Musyawarah Desa (LMD).[5]
Perubahan ini
bukan hanya perubahan nama, tetapi diantara keduanya terdapat perbedaan
karakter dan spirit yang menyertainya. Nagari yang berjumlah 543 di Sumatera
Barat diubah menjadi 3.138 desa. Dengan ketentuan demikian maka tidak ada
kontrol sosial dari bawah, bahkan dari samping sekalipun, yang ada hanyalah
kontrol dari atas. Dalam Pasal 10 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 tahun 1979
Tentang Pemerintahan Desa disebutkan bahwa “Dalam menjalankan hak, wewenang,
dan kewajiban pimpinan pemerintahan desa, Kepala Desa bertanggung jawab kepada
pejabat yang berwenang mengangkat melalui Perubahan menjadi desa yang demikian
maksudnya agar memperoleh dana bantuan pembangunan desa (Bangdes) yang lebih
banyak dari pemerintah pusat.[6]
[1] Rusli
Amran, Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang, Jakarta
: Sinar Harapan, 1985
[2] Gusti
Asnan, Pemerintahan Sumatera Barat Dari VOC Hingga Reformasi, (Yogyakarta
: Citra pustaka, 2006)Lihat juga Rusli Amran, Sumatera Barat
Hingga Plakat Panjang, Jakarta : Sinar Harapan, 1985
[3] Team
Redaktur Penelitian Sejarah Sungai Patai diterbitkan oleh Wali Nagari Sungai Patai.
Kemudian ditulis Ulang oleh Ferdi Rizal Arrifin (Pelembang , 26 MEI 2003)
[4] Monografi Nagari Sumatera Tengah diarsipkan oleh DT.
NARO pada tanggal 2 JUNI 1952
[5] Jurnal
Analisa Politik. Volume 2 Nomor 7. Padang : Laboratorium Ilmu Politik Unand.
2004. hal. 54
[6] LKAAM. Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
(Padang : Surya Citra Offset. 2002) hlm 29
Post a Comment