Social Follow

Kontribusi

Tulisan ini sepenuhnya hanya untuk memberikan informasi tentang Nagari Sungai Patai kecamatan Sungayang. Tulisan-tulisan yang di Blog ini secara keseluruhan represenatif akan tetapi tulisan-tulisan yang berada dalam sudut pandang penulis tanpa mengabaikan fakta-fakta yang ada.Bagi yang ingin berkontribusi silakan kirim tulisan ke silatsungaipatai@gmail.com tema tulisan meliputi Sejarah, Budaya, maupun hal unik yang ada di Sungai Patai. kami juga menerima tulisan yang berkenaan dengan Sungai Patai dimanapun berada.Semoga Bermafaat.

Instagram

Search This Blog

Blog Archive

Stay Connected

Sidebar Ads

Pages

Wali Nagari Sungai Patai Sebelum Menjadi Desa

Sekitar awal abad ke-20, jumlah lareh banyak sekali kira – kira 140 buah. Jumlah penghulu di tiap lareh tidak menentu sesuai kebutuhan. Ada Tuanku lareh yang membawahi 17 penghulu kepala, seperti VII Koto, ada pula yang 10 ( lareh Banuhampu dan IV Koto), ada yang membawahi 1 penghulu seperti di Lubuk Tarap, malahan ada lareh yang tidak mempunyai penghulu kepala seperti Ujung Gading dan Sikilang. Jumlah penghulu kepala secara keseluruhan kira – kira 500 orang. Tidak semua penghulu kepala dibawahi seorang kepala lareh langsung di bawah ondeeafdeeling seperti di daerah Bandar X. Kota Padang, kecuali regent ada 8 penghulu (wijkhoofd), seorang pemuncak dan 2 orang penghulu pasar. Demikian cara sistem pemerintahan Hindia Belanda membongkar pemerintahan tradisional melalui pejabat pribumi yang dibayar. [1]
Setelah Plakat Panjang di tandatangai, Belanda merombak sistem pemerintahan Sumatra’s Weskust awal abad ke-20 dan pembagian wilayah. Tujuannya untuk memudahkan pengontrolan terhadap masyarakat. Pada akhir abad ke-19 Sumatera Barat terdiri dari 3 resisidensi : Tapanuli, Padangsche Benerdelanden (pesisir), Padangsche Bovenlanden (pedalaman). Benerdelanden mempunyai 4 kabupaten terdiri dari Air Bangis, Rao, Pariaman, Padang dan Painan), Bovenlanden terdiri dari 4 kabupaten juga antara lain Lima Puluh Kota, Agam, Tanah Datar dan XIII serta IX-Koto). Kemudian sejak tahun 1906 Sumatera Barat menjadi satu residensi terlepas dari residensi Tapanuli. Belanda membagi menjadi 8 kabupaten (afdeeling). Kabupaten Tanah Datar dengan 4 onderafdeeling yaitu Sawahlunto (Kecamatan Sawahlunto), Fork Van Der Cappelen (Kecamatan Batusangkar dan Pariangan), Sijunjung (Kecamatan Sijungjung dan Buo), dan onderafdeeling Batang Hari (Kecamatan Batang Hari dan Koto Besar). [2]
Pembagian sistem Afdeling dan onderafdeling masa Hindia Belanda, Nagari Sungai Patai merupakan daerah persekutuan Sungai Tarab yang berada dalam onderafdeling Batusangkar.
Berdasarkan dokumen catatan yang tertulis Nagari Sungai Patai telah melaksanakan pergantian Wali Nagari jauh sebelum Indonesia merdeka. Pada masa perang kemerdekaan Sungai Patai pernah diserbu oleh Belanda lebih kurang 1 peleton dan menangkapi orang Sungai Patai beberapa orang yang meninggal yaitu Bahaudin, Ilyas, dan seorang Wanita. Di awali tahun 1949 terbentuk suatu unit gerilya yang bernama Pasukan Mobil Teras (PMT). Anggota PMT ini berasal dari pemuda yang telah mendapat latihan militer dari tentara Jepang dahulu. Rentang tahun 1934-1945 ada beberapa badan yang dibentuk oleh Jepang di Sungai Patai yaitu Sukarela, Hei-Ho , Giu-Gum dan lascar Rakyat anggotanya adalah Rusli Jamil, Muhammad Rasyid Manan Rusli Shaloh, Muruk, Nana, Nasar Bohar, Satin Biran, Buyung Lambau, dan Buyung Tamah. PMT ini benar-benar dapat memporak-porandakan pasukan Belanda. Untuk mengantisipasi sergapan PMT Belanda meningkatkan tekanan militer terus menerus. Dalam pasukan PMT ini meniggal akibat serangan Belanda adalah Tutin dan Nazaruddin.[3]
Kantor Wali Nagari Sungai Patai Sekarang  ini 




Periode Wali Nagari Sungai Patai
-Datuk Sianso (....... sampai 1903)
Dalam masa perang kemerdekaan sudah ada puluhan Wali Nagari Sungai Patai berganti. Berganti pada tahun 1903 Wali Nagari dikepalai oleh Datuk Sianso dari Sungai Tarab, ia bekerja sebagai penyampai perintah dari Fort Der Cappellen, 
- Abdul Wahab Datuk Sianso asal Tigo Batur (1903-1907)
Wali Nagari Sungai Patai adalah Abdul Wahab Datuk Sianso asal Tigo Batur, Masa kepemimpinan Datuk membangun kebun kopi dan peninggalannya masih ada sehingga masyarakat menyebut daerah itu dengan Kebun Tigo Batu. 
H.A.D Datuk Paduko Nan Kasek (1907-1913)
Sungai Patai dipimpin langsung oleh orang asli yaitu H.A.D Datuk Paduko nan Kasek, pada masa ini Datuk membangun pertama kali sekolah setingkat SD pada tahun 1910 dengan guru pertamanya adalah Sutan Kalipa. 
-A. Datuk Manggung (1913-1916)
Jembatan Tanbatu yang beberapa minggu terakhir rusak akibat air. ini dibangun masa Wali Nagari Sungai Patai A. Datuk Manggung bersamaan dengan jembatan Tabek Dewagh mulai tahun 1913-1916. 
-S. Datuk Cumano tahun 1916
Semenjak Wali Nagari S. Datuk Cumano tahun 1916 Datuk menganjurkan penanaman kulit manis dengan dimulai dari dirinya sendiri. Masa kepemimpinan Datuk tidak sampai setahun. 
-J. Datuk Paduko Sinaro (1916-1923)
Pada masa J. Datuk Paduko Sinaro, sistem tanam kopi pada masa Belanda, Datuk menanam kopi atas nama Nagari. Datuk menjabat sebagai Wali Nagari sampai tahun 1923. 
-S. Tanmarajo (1923-1925) masa ini pembangunan tidak ada.
-U. Datuk Paduko Alam (1925-1927)
Pembangunan Balai adat, mesjid kayu dan mengembangkan kulit manis di daerah Gunuang IX dilakukan pada masa pemerintahan.
-W. Datuk Tianso (1927-1937)
Pembangunan fasilitas public lainnya seperti Los Pasar Jumat, Jembatan Ngungun tahun 1930, membangun Polongan di jalan, dilakukan pada masa W. Datuk Tianso. Datuk menjabat Wali Nagari Sungai Patai selama 10 tahun yaitu tahun 1927-1937. 
-A.H Datuak Paduko Nan Kasek (1937-1939)
Pembangunan fasilitas lain dilanjutkan pada masa A.H Datuak Paduko Nan Kasek tahun 1937-1939. Datuk membangun kantor Wali Nagari yang kedua kalinya, Gedung Sekolah Dasar yang ketiga dan merehabilitasi banda di di Pasar Jumat. 
-J.Datuk Paduko Sinaro (1939-1943
Masa peralihan kekuasaan Belanda ke Jepang, Sungai Patai di pimpin oleh J.Datuk Paduko Sinaro, ini periode ke-2 Datuk menjadi Wali Nagari Sungai Patai. Masa kepemimpinan Datuk kali ini membangun kembali mesjid Ihsan Sungai Patai.
-M. Datuk Bagindo Sinyato (943-1945)
Pada Masa Jepang, Wali Nagari Sungai Patai dipimpin oleh M. Datuk Bagindo Sinyato tahun 1943-1945. Pembangunan masa ini tidak dapat dilakukan karena Jepang tidak ingin bangsa Indonesia sejahtera. 
-A.Sutan Jalano (1945-1948)
Setelah Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta di Jakarta, di Sungai Patai dipimpin oleh Wali Nagari A.Sutan Jalano, Datuk menata kembali system pemerintahan.
-Tamar Mony (1948-1950)
Tepat tahun saat Agresi militer Belanda II sampai penyerahan kekuasaan oleh Belanda Ke Indonesia, saat itu yang menjadi Wali Nagari Sungai Patai Tamar Mony juga menjabat sebagai Susunan pemerintahan otonomi Sungai Patai, Tanjung dan Andalas.
-M. Sutan Jomudo (1950-1952)
Tahun 1950, merupakan tahun Indonesia berdaulat penuh atas Wilayahnya, walaupun saat itu RIS (Republik Indonesia Serikat) masih dalam tahap peleburan menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI). Di Sungai Patai saat itu dipimpin oleh Wali Nagari M. Sutan Jomudo yang juga sama sebagai penyusunan tanaman pemerintahan. 
-I.Datuk NaroTahun (1952-1956)
Ini kali kedua I.Datuk Naro menjabat Wali Nagari Sungai Patai, pada masanya penyusunan pemerintahan telah selesai dilaksanakan sehingga Datuk meninggalkan arsip ketikan di tahun 1952.[4]
M.S Datuk Indo Marajo (1956-1958)
Tahun 1956 Wali Nagari Sungai Patai diteruskan oleh M.S Datuk Indo Marajo, Datuk rehabilitasi Bandar buluh kasok dan membangun surau balai tahun 1958 yang sekaligus habis masa pemerintahannya. 
-A.H.Datuk Paduko Nan Kasek (1958-1961)
Walaupun Sungai Patai ada peninggalan PRRI, itu tidak menghentikan pembangunan tetap berjalan pada masa pemerintahan A.H.Datuk Paduko Nan Kasek yang kedua kalinya menjabat Wali Nagari. Jembatan ke Mesjid Ihsan sekarang, Jembatan Surau Darek dan Bandar Baru dibangun masa Datuk. 
-I.Datuk Naro (1961-1967 )
Setelah pergolakan daerah selesai tahun 1961, di Sungai Patai juga terjadi pergantian Wali Nagari. I.Datuk Naro kembali menjabat Wali Nagari Sungai Patai tahun 1961-1967 Datuk membangun kembali Gedung SD. 
- A. Datuk Lelo Nan Putih (1967-1968)
Banyak fasilitas public yang rusak selama pergolakan PRRI Kokohan jembatan Ngungun sebagai pintu masuk Sungai Patai sangat penting, Masa kepemimpinan Wali Nagari Sungai Patai A. Datuk Lelo Nan Putih membangun Pondasi jembatan Ngungun dan juga merehabilitasi jembatan Tabet Datar. 
-D. Datuk Rajo Besar (1968-1969)
Membangun Bandar buluh kasok melalui bantuan pemerintah Provinsi Sumbar. 
Jika dirunut masa ini masa kewalinagarian Sungai Patai sebelum berlaku undang-undang desa sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Sumatra Tengah. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Setiap Wali nagari yang memimpin Nagari memperhatikan pembangunan. selanjutkan pada masa setelah tahun 1969, kepemimpinan nagari Sungai patai dalam masa peralian menjadi desa. desa, adalah otoritas terendah dari dalam sisem admistrasi masa Soeharto. Saat itu, terjadi sentralisasi dan pengaturan sistim kepemimpin sampai tahap yang terendah.
Maka semenjak tanggal 1 Agustus 1983, seluruh nagari-nagari yang ada di Sumatera Barat dileburkan menjadi pemerintahan desa. Jorong yang menjadi bagian nagari waktu itu langsung dijadikan desa, sehingga nagari dengan sendirinya menjadi hilang. Pemerintahan desa yang berasal dari budaya Jawa dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Pada pemerintahan desa, desa atau kelurahan adalah bagian dari wilayah Sistem Pemerintahan Nagari di wilayah Minagkabau diyakini telah diterapkan jauh sebelum berdirinya kerajaan Pagaruyung. Tetapi semuanya itu berubah semenjak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 Tentang pemerintahan Desa yang telah menyeragamkan sistem pemerintahan terendah di seluruh Indonesia kecamatan. Dalam menjalankan hak, wewenang dan kewajiban pimpinan pemerintahan desa, Kepala Desa bertanggung jawab kepada pejabat yang berwenang mengangkat melalui Camat, dan memberikan keterangan pertanggungjawaban tersebut kepada Lembaga Musyawarah Desa (LMD).[5]
Perubahan ini bukan hanya perubahan nama, tetapi diantara keduanya terdapat perbedaan karakter dan spirit yang menyertainya. Nagari yang berjumlah 543 di Sumatera Barat diubah menjadi 3.138 desa. Dengan ketentuan demikian maka tidak ada kontrol sosial dari bawah, bahkan dari samping sekalipun, yang ada hanyalah kontrol dari atas. Dalam Pasal 10 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa disebutkan bahwa “Dalam menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pimpinan pemerintahan desa, Kepala Desa bertanggung jawab kepada pejabat yang berwenang mengangkat melalui Perubahan menjadi desa yang demikian maksudnya agar memperoleh dana bantuan pembangunan desa (Bangdes) yang lebih banyak dari pemerintah pusat.[6]



[1] Rusli Amran, Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang, Jakarta : Sinar Harapan, 1985
[2] Gusti Asnan, Pemerintahan Sumatera Barat Dari VOC Hingga Reformasi, (Yogyakarta : Citra pustaka, 2006)Lihat juga Rusli Amran, Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang, Jakarta : Sinar Harapan, 1985
[3] Team Redaktur Penelitian Sejarah Sungai Patai diterbitkan oleh Wali Nagari Sungai Patai. Kemudian ditulis Ulang oleh Ferdi Rizal Arrifin (Pelembang , 26 MEI 2003)
[4] Monografi Nagari Sumatera Tengah diarsipkan oleh DT. NARO pada tanggal 2 JUNI 1952
[5] Jurnal Analisa Politik. Volume 2 Nomor 7. Padang : Laboratorium Ilmu Politik Unand. 2004. hal. 54
[6] LKAAM. Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. (Padang : Surya Citra Offset. 2002)  hlm 29

Post a Comment

Copyright © SUNGAI PATAI. Designed by OddThemes