Istilah tukang sudah sangat lazin di tengah masyarakat. Tukang merupakan
salah satu profesi yang digeluti oleh seseorang. Jika pembuat bangungan disebut
tukang bangunan, Tukang bangunan,Tukang cukur,Tukang listrik,Tukang tambal dan orang yang suka mengejek
mengosib juga diberi gelar disebut tukang gosip atau tukang olok-olok. Bahkan
orang yang meratapi kematian seseorang pernah mendapat tempat ditengah
masyarakat sebagai profesi yaitu tukang ratok.
Setiap kematian sudah menjadi hal wajib bagi manusia dan kematian diriangi
kesedihan bahwa meratapi kematian orang yang disayangi. Di Minangkabau pada
masa dahulu ada sebuah propesi berkaitan dengan kematian yaitu tukang ratok.
Ratok dalam bahasa Indonesia berarti meratap. Ratok dalam kematian menunjukan
betapa besar kesediahan seseorang yang ditinggal pergi. Biasanya ratok yang
berisi kalimat pujian kepada mayat
Tukang ratok pernah eksis dalam perkembangan kebudayaan Minangkabau. Tukang
ratok seolah olah nyanyian pengantar mayat dan pengabar kebaikan mayat semasa
hidupnya. Dia masa lampau sejumlah kelompok masyarakat di Nusantara, nyanyian
kubur bagi yang mati dan puisi pujian tentang hubungan antara lehuhur dengan
manusia, masih sering dipraktikkan hingga kini, dan hal tersebut menerangkan pada kita bahwa leluhur serta berkahnya
menempati posisi paling agung dan sakral dalam kehidupan social.
Ketika terjadi kematian tukang ratok dipanggil oleh keluarga simayat.
Biasanya orang uang berprofesi tukang ratok menjadi rahasia umum. Eksisitensi
tukang ratok hadir untuk menjaga aib mayat, agar tidak timbul prasangaka buruk
terhadap simayat. Bebagai bentuk perbuatan yang dilakukan orang semasa
hidupnya, perubatan baik atau buruk. Menghindari menyebut atau mengingat
perbuatan buruk semasa hidup diperlukan seorang tukang ratok yang
“mengendangkan” perbuatan baik simayat.
Orang yang baik semasa hidupnya ketika meningggal ada tukang ratok yang
akan menagisi kepergiaanya. Dan berapa malangnya nasib orang yang meninggal
tidak ada tukang ratok yang akan meratapi kepergiannya. Sesuai dengan istilah
yang berkembang di Masyarakat “kok mati
indak ado urang ka maratok” ini mencerminkan kemalangan nasib orang yang
meninggal. Hal semacam ini akan menjadi aib bagi keluarga yang ditinggalkan.
Sehingga bermunculan lah tukang ratok utk mengabarkan kebaikan mayat semasa
hidup. Juga untuk menghindari pikrian negatif terhadap mayat.
Tukang ratok adalah orang yang lihai menuuturkan kisah kesedihan dari
diiringi derai air mata sehingga orang yang mendengarnya meratap sedih. Ratok
yang pilu juga menjadi ukuran betapa baiknya mayat tersebut. Tangisan tukang
ratok lebih pilu dari keluarga dan lebih menyayat hati paara pelayat. Tukang
ratok biasanya diberi upah.
Ketika terjadi peristiwa kematian keluarga mayat memanggil tukang ratok, tukang ratok datang lalu duduk dekat jenazah sambil menangis sejadi-jadinya, duduk, berdiri kadang berputar mengelilingi jenazah sambil menyebut dan
mengelu~elukan kebaikan mayat semasa hidupnya.
Seiiring berkembangnya zaman propesi tukang ratok mulai menghilang. Tidak
banyak lagi ditemui tukang ratok ditengah masyarakat. Menghilangnnya tukang
ratok ini karena adat dan agama di Minangkabau berjalan beriringan sesuai
dengan pepatah adat basandi syara’,
Syara’ basandi Kitabullah. Menurut Islam, maratok adalah hal yang dilarang
dalam Islam. Ini kan menyuliskan mayat nantinya dalam kubur. Pada akhirnya tukang
ratok menghilang karena tidak sesuai dengan agama Islam.
Namun, secara makna ratok tetap menjadi bagian dari kebudayaan Minangkabau
sebagai penggambaran dan pengabaran kesedihan. Ratok juga telah beralih menjadi
bagian dari lirik lagu minang seperti ratok kincia tuo, ratok gunung pasaman,
dan masih banyak lagi. Walaupun secara profesi tukang ratok tidak ada lagu
namun ratok tetap bertahan fungsinya sebagai penggambaran kesediahn yang
mendalam.
(ZF/RVS)
Post a Comment