Social Follow

Kontribusi

Tulisan ini sepenuhnya hanya untuk memberikan informasi tentang Nagari Sungai Patai kecamatan Sungayang. Tulisan-tulisan yang di Blog ini secara keseluruhan represenatif akan tetapi tulisan-tulisan yang berada dalam sudut pandang penulis tanpa mengabaikan fakta-fakta yang ada.Bagi yang ingin berkontribusi silakan kirim tulisan ke silatsungaipatai@gmail.com tema tulisan meliputi Sejarah, Budaya, maupun hal unik yang ada di Sungai Patai. kami juga menerima tulisan yang berkenaan dengan Sungai Patai dimanapun berada.Semoga Bermafaat.

Instagram

Search This Blog

Blog Archive

Stay Connected

Sidebar Ads

Pages

Haparan Balai Ambek

Tidak terasa hampir beberapa tahun ini tidak menikmati puasa secara penuh di kampung halaman, terakhir puasa yang sebulan penuh di tahun 2011. Tahun ini menjadi tahun dimasa bulan puasa begitu nikmat. Selain itu, penulis ikut juga menjadi pedagang tahun  nan yang hanya muncul selama bulan Ramadhan berjualan jagung bakar setelah selesai sholat tarawih.
Bersama dengan sahabat konco arek bak palangkin di jalan raya kami bertiga memulai usaha setelah 3 hari puasa. Dengan modal yang tidak kurang dari Rp. 200.000, Penulis, Efri alias jefri, Afdhol mulai mencari jagung ke Sumanik. Bagi kamu di orang sungai patai, sumanik adalah produsen terbesar jagung walau jagung tersebut berasal dari luar daerah sumanik namun tokenya banyak orang Sumanik. Hingga akhirnya sumanik menjadi pemasok jagung untuk kawasan tanah datar dan sekitarnya.
Balai Ambek yang di sebut Juga Dengan Lopou Tonga
Kalau mengingat usaha jualan jagung pas ramadhan tiba saya teringat dan masih sedikit samar masih dapat merasakan kehadiran Balai ambek yang menjadi pasar dadakan selam bulan Ramadhan. Generasi sebelum saya meungki tidak akan lupa eksistensi dari balai ambek.
Balai ambek dalam bahas sungai patai naya balai penghalang, loh kok bisa pasar dikatakannya sebagai penghalang, bukannya pasar sebagai tempat jual beli.
Tunggu dulu….
Penghalang disini bukan maksud menghalangi orang berjualan di balai ini. Secara goegafi (bukan maksud sok pandai e dalam bahaso sungai potainyo) balai ambek terletak di tengah pemukiman warga. Sering kali balai ambek disebut juga dengan lopou tongah. Dapat diartikan kedai yang terletak di tengah. Ya begitulah letaknya di tengah tengah. Nah bagaimana sampai disebut dengan balai ambek. Kembali lagi dari sisi geografis, dengan letaknya berada di tengah-tengah menjadi penghalang orang dari utara ke selatan (kalau di sungai potainya dari kalapo koto sampai ka lopou tongah di ambek dulu dek balai iko). Selanjutnya kalau orang dari selatan sebut atau dari bawah mulai dari Gona ( batas nagari) bertemu dulu dengan balai ambek sebelum ke utara.
Begitulah eksistensi balai ambek menjelang terjadi krisis moneter tahun 1998. Bagaimana hubungannya? Begini… balai ambek itu, selain bulan ramadhan dijadikan sebagai pasarnya penjualan kulit manis. Sebelum harga kulit manis jatuh setelah krisis moneter balai ambek tetap eksis. Setelah harga kulit manis jatuh maka banyak dari masyarakat tidak mangubak atau menguliti batang kulit manis untuk dijual sehingga balai ambek menjadi sepi.
Kesepian balai ambek memberikan dampak terhadap saat ramadhan. Harga sembako yang kali itu melambung tinggi, menyebabkan para pedagang memilih untuk berdagang di kedai nya masing-masing. Walaupun jarak balai ambek dengan kedainya paling jauh 500 M saja. Bisa saja biaya operasional untuk ke balai ambek akan bertambah.
Sekarang ini sudah tahun 2015, balai ambek hanya tinggal sebagai nostalgia bagi generasi yang merasakan kehadiran balai ambek. Untuk orang-orang yang dapat menikmati bagaimana nikmatnya belanja di balai ambek mungkin ingin kembali hadir balai ambek sebagai bentuk kebangkitan ekonomi Sungai patai. Ke depan jika balai ambek ini dihidupkan kembali mungkin saja akan menjadi daya tarik tersendiri bagi sungai patai seperti Malioboro di Jogjakarta atau pasar Apung di kalimantan. Tinggal bagai mana mengemas dan mempromosikan. Memang terlalu muluk-muluk Namun, sebagian banyaknya sumber daya manusia masyarakat sungai patai yang saya fikir mungkin saja terjadi.  Ya tentunya balai ambek yang menjadi  daya tarik tidak hanya menjual sembako seperti dulu saja, mungkin kita bisa membuatnya lebih menarik seperti menjual  buku-buku bekas, menjual aneka alat-alat permainan yang pernah  eksis jaman dahulu, atau hal hal yang unik dan klasik. Nagari Atar saja sekenal dengan nagari fotocopy karena kebanyakan perantaunya menjadi tukang foto kopi. Kenapa orang lain bisa kita tidak?
Tulisan ini agak nyeleneh tapi mudahan bisa membangun
Rahman Van Supatra


Post a Comment

Copyright © SUNGAI PATAI. Designed by OddThemes