Setelah
lebih dari satu dasawarsa penulis tidak lagi menikmati bagaimana suasana
meriahnya di Sungai Patai pada penghujung bulan Sya`ban atau saat-saat
menyambut kedatangan Bulan Ramadhan. Masih terbayang dalam ingatan
penulis bagaimana riang dan gembiranya warga kampung Sungai Patai dalam
menyambut Bulan Ramadhan, anak-anak bermain dengan riang,
Ibu-Ibu bunda kanduang ada juo nan Gadih-gadih sibuk di
dapurnya dan para pedagang sibuk melayani pembeli kebutuhan dapur. Para orang siak sibuk menghadiri
undangan badua (semacam kenduri
kecil-kecilan) semacam rasa syukur dan agar terhindar dari bala. berbagai aneka makanan yang ada mulai dari gulai, sambalado, randang, dendeng, sarikayo, lopek, kubang bareh, agar-agar dll. Sungguh suasana yang sangat menyejukkan hati ketika kita berada
di Sungai Patai saat itu, akankah suasana menyambut Bulan
Ramadhan seperti ini
akan kita jumpai lagi?
Di Sungai
Patai ada dua hari spesial sebelum memasuki Bulan Ramadhan, pertama pada dua
hari sebelum Bulan Ramadhan hari ini dinamakan "Hari Mambantai", kedua
pada satu hari sebelum ramadhan hari ini dinamakan dengan "Hari Makan-Makan"
Hari
Mambantai
Dua hari
sebelum Bulan Ramadhan hari ini di
Sungai Patai dinamakan dengan hari Mambantai karena pada hari ini dilaksanakan
penyembelihan kerbau yang biasanya dilakukan pada dini hari sebelum waktu
subuh. Kemudian
daging kerbau ini akan dijual ke pasar kaget tahunan atau Balai Ambek yang
terletak di pertengahan nagari Sungai Patai. Balai Ambek ini juga disebut dengan
Lopou Tongah. Dalam menjual daging
biasanya pasar ini
hanya buka dua kali dalam setahun saja, pertama pada dua hari sebelum puasa
kedua pada sehari sebelum lebaran.
Sementara
itu para Petani ikan juga tidak mau kalah untuk
berdagang sebelum Bulan Ramadhan, pada umumnya masyarakat yang mempunyai kolom
ikan memanen ikannya atau malope tobek, mereka pada hari ini juga
berbondong-bondong memanen kolom ikannya, baik untuk dijual maupun untuk di
konsumsi sendiri. Semua aliran kolom selepas panen ikan
dialirkan ke Sungai karena
sangat banyak petani ikan yang memanen sehingga air sungai menjadi keruh karena kiriman lumpur dari kolom ikan yang dipanen. Dan yang tidak kalah menarik adalah ikan yang dipanen tidak hanya
dapat ditangkap oleh pemilik kolam namun juga ada anak-anak yang menangkap
ikan. Ada yang hanya sekedar untuk senang-senang, ada juga yang ingin menangkap
ikan untuk dimakan.
Bagi para
petani ikan yang mau menjual ikan mereka pun membawa ke Balai Ambek, pasar disini memang ramai, lengkap
dengan suasana keakraban dan kekeluargaan, canda tawa para pedagang dengan
pembeli kadang membuat kita tertawa sendiri mendengarnya, itulah Sungai Patai, nagari
yang ramah, penuh canda tawa, inilah yang membuat Penulis selalu rindu pada kampung
halaman.
Belum lagi
pemandangan di tepian tempat mandi, disini terlihat sangat ramai Ibuk-Ibuk
membersihkan daging, Ikan, Ayam dan lain sebagainya, pokoknya pada hari ini
suasana kampung berubah drastis, yang biasanya pada jam sembilan sudah sepi
karena warga kampung sudah pergi ke sawah atau ke ladang, tapi
hari ini beda, dimana-dimana kita lihat kesibukan, dimana-terlihat
pembantaian/penyembelihan Ikan, Ayam, dan lain sebagainya.
Pemandangan seperti ini mungkin saja hanya kita jumpai di Sungai Patai , tidaklah kita jumpai di perkotaan ataupun di perantauan, jika di perantauan boleh dibilang tidak ada tanda-tanda mau masuknya Bulan Ramadhan tapi di Sungai Patai, sungguh sangat terasa, sungguh sangat berbeda.
Pemandangan seperti ini mungkin saja hanya kita jumpai di Sungai Patai , tidaklah kita jumpai di perkotaan ataupun di perantauan, jika di perantauan boleh dibilang tidak ada tanda-tanda mau masuknya Bulan Ramadhan tapi di Sungai Patai, sungguh sangat terasa, sungguh sangat berbeda.
Sebagai Nagari yang menganut sistim matriliner peran perempuan juga kental
menjelang Bulan Ramadhan ini. Tradisi unik yaitu mengantarkan katiadiang atau
bakul ke rumah
Istri saudara laki-lakinya yg baru menikah(ughang
baghu-baghu). Tradisi ini telah berkembang sejak lama, dalam
katidiang berisi Daging
kerbau, 1kg/2kg atau Lauak dalam
bahasa Sungai Patai, Ikan Godang
Saikuagh, Seekor ikan yang berukuran cukup besar biasanya ikan ini jenis
ikan mas, ikan yang berukuran besar ini biasa juga disebut dengan ikan adat. Kenapa disebut dengan ikan adat karena ikan ini dipakai sebagai Induknya
hidangan atau kapalo kanasi dalam setiap alek baik itu
acara yang berhubungan dengan adat, Kambiagh (Kelapa) sebagai bahan penting dalan membuat
gulai kelapa tidak ketinggalan. Tidak menafikan bahwa strata sosial
dan status seseorang masih bertahan di nagari Sungai Patai. Penentuan jumlah
kelapa yang di bawa saat manjalang ughang
baghu-baghu ini menentukan garis keturunan. Jumlah kelapa ini ditentukan oleh
status seseorang dalam Masyarakat, jika Ia seorang penghulu kaum maka kelapa
yang dibawa berjumlah sembilan buah. jika Ia orang biasa maka kelapa
cukup dibawa tujuh buah saja. Ada makna yang tersimpan
kenapa kelapa yang dibawa berbeda-beda jumlahnya. Secara logika, kalau nanti
orang baru-baru ini akan mengadakan acara badua
tentu mengundang orang yang lebih banyak, terakhir tidak lengkap rasanya jika
tidak membawa bumbu masak yang lengkap atau Alat langkok-langkok dan bumbu masak
lainya, seperti bawang, cabe, ketumbar, dan sebagainya. Sampai di rumah istri bawaan ini
diserahkan untuk dimasak oleh istri dari saudara laki-lakinya tersebut pada keesokan harinya si istri memanggil
keluarga pihak suami untuk makan bersama ke rumah.
Pada dasarnya orang yang baru menikah telah mengeluarkan dana yang cukup
besar untuk acara pernikahannya. Berjalannya tradisi ini agar orang yang baru
menikah tidak kerepotan disaat menyambut Bulan Ramadhan. Hal semacam ini adalah
bentuk kekerabatan dan mempererat tali silaturahmi antara Ipar Bisan menjelang Bulan Ramadhan. (Red/Zulfahmi Alfian).
Post a Comment