Tuesday, March 24, 2015

Goa Aia Buluih : Jejak PRRI Sungai Patai

Udara malam di nagari Sungai patai terasa dingin, dingin menusuk sampai ke tulang karena teletak di perbukitaan dan sudah mendekati kaki gunung sago. Selain itu nagari ini juga berada di perbatasan antara kab. Tanah Datar dengan Kab. Lima Puluh Kota. Semakin malam cerita beberapa pemuda di Sungai Patai ngelantur kemana-mana, sampai beberapa orang tua bercerita tentang perang. Peri-peri, itulah kalimat penyambung cerita salah seorang tua yang duduk diantara pemuda. Orang tua berkisah tentang pergolakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sungai patai.
berbekal cerita tersebut kami mencoba untuk menelusuri bagaimana cerita PRRI nagari ini. Pada awalnya kegiatan hiking pemuda ini hanya untuk sekedar hobi untuk menikmati alam dan pemandangan di sungai patai. Berbekal cerita lapau, disusun perencanaan untuk menelusuri goa PRRI dalam sebutan masyarakat dan aia buliuh. Dua lokasi ini agak berdekatan dan dapat ditempoh dengan hari yang sama.
Sebenarnnya ide untuk menelusuri Jejak PRRI, Wisata Alam aia Buliuh merupakan kegiatan untuk meningkatkan hobi masyarakat terutama kaum muda Sungai Patai untuk mengetahui lebih dalam tentang nagari mereka. Kegiatan bermaksud untuk memperkenalkan Pemuda tentang tempat – tempat yang focus dalam mendokumentasikan, merawat dan melestarikan peninggalan sejarah baik dalam bentuk buku, foto, arsip dan media lainya.
Pada saat persiapan, diskusi keberangkatan pada malam hari sehari sebelum keberangkatan. Kapalo arak “ketua rombongan” mengumpulkan orang yang akan pergi untuk berangkat ke lokasi yang dituju. Mulai dari menanyakan keadaaan medan yang dilalui walaupun belum secara pasti. Yang ikut pergi adalah
1.         Wilson ( da win )
2.         Ronal Fenandes
3.         Eko trisno
4.         Rengga jendera
5.         Dipo candra
6.         Izon
7.         Melki
8.         Megi Ariska
9.         Rahman
10.       Riga prima
11.       Afdol syukron
12.       Alfi
13.       iing
14.       Nanda”bule”

Prediksi cuaca yang kurang mendukung pada pagi menjelang keberangkantan sehingga mengulur waktu keberangkatan, Jadwal keberangkatan semula direncanakan pada pukul 8, akan tetapi karena kondisi pada pagi hari diguyur hujan  maka di undur. Selama pengundungan jadwal keberangkatan in dikumpulkanlah orang yang akan pergi berangkat sehingga terkumpul 12 orang yang siap untuk berangkat. berangkat dengan jumlah anggota 14 orang. Perjalanan ke rimba tentunya tidak lepas dari semak belukar, namun semuanya terbayar sudah ketika menemukan aia buluih (air yang masuk kedalam goa yang tidak ada ujung).
A.        Aia buluih
Keunikan dari goa aia buluih ini adalah air yang mengalir kedalam goa yang sebesar sungai akan tetapi tidak dapat ditelusuri ujungnya. Menurut cerita para pencari sarang burung wallet, air ini mengalir sampai ke daerah koto Rajo kab. Ladang Laweh Lima Puluh Kota.  Menurut orang Koto rajo yang didalam Goa ini ada semacam kolom besar di dalam goa jika masuk dari Koto Rajo.
Ornament goa menyerupai perjalan di pinggir tebing sungai. Goa ini tentunya cocok untuk pera pecinta caving.  Lebih kedalam menikmati ornament goa seperti berjalan menelusuri sungai dengan langit-langitnya seperti jembatan di Eropa.


B.        Goa PRRI


PRRI meninggalkan kesan yang mendalam hampir setiap orang yang hidup pada dekade 1960-an. Bersembunyi bagi setiap pelaku PRRI menjaga Syarat mutlak dari kejaran tentara pusat dan OPR. Di Sungai patai ada sebuah goa yang terkenal dengan Goa PRRI. Di dalam Goa ini ada sebuah ornemen goa seperti meja pimpong, sawah-sawah semacam replica hamparan sawah hasil pembentukan goa.  Kemudiaan msih dapat ditemui berapa peninggalan lain seperti tunggu tempat memasak yang sering dipakai oleh pencari sarang wallet tempat memasak dan susunan batu yang datar dan berbentuk berundak – undak atau  pondasi (Pamotuan dalam bahasa Sungai Patai). (RVS) 
Singgalang Minggu 22 Maret 2015

Saturday, March 21, 2015

Supatra FC : Club sepakbola Sungai Patai

Sepakbola sudah menjadi bagian dari tradisi bagi semua masyarakat. Hampir 90 persen orang menyukai sepakbola entah itu menonton, bermain atau hanya sekedar ikut-ikutan.  Semangat sepakbola yang hampr merata dari setiap daerah tentu melahirkan sebuah Club sepakbola yang bertujuan untuk sekedar menyalurkan hobi maupun ikut dalan berbagai kejuaraan dan tunamen.
Sungai Patai Raya Football Club atau yang lebih dikenal dengan SUPATRA FC menjadi klub sepakbola asal Nagari Sungai patai. Berdirinya klub sepakbola ini tidak terlepas dari peranan pemuda Sungai Patai yang hobi bermain bola.

Thursday, March 19, 2015

Pantangan Suku Patopang

Foklor atau cerita rakyat telah menjadi bagian dari tradisi masyarakat. Cerita tentang hantu suku patopang, merupakan foklor (cerita rakyat) yang berkembang secara turun temurun. Dalam setiap foklor untuk menjaga dan mengandung makna yang tersirat untuk menyambaikan sebuat larangan atau pantang. Suku Patopang dalam salah satu suku yang ada di Minangkabau. Tulisan Elmirizal Chanan St Lenggang Basa dalam blog palantamiang, Patopang berakar kata topang. Topang dalam bahasa Minangkabau dapat diartikan dalam bahasa Indonesia berarti Sangga atau Dukung (Penopang/Penumpu).

Tuesday, March 17, 2015

Perjalanan STAIN Hingga IAIN Batusangkar

Sekolah tinggi agama islam negri Batusangkar yang disingkat dengat dengan nama STAIN BATUSANGKAR  merupakan salah satu perguruan tinggi negri diindonesia dan merupakan satu-satunya perguruan tinggi negri di Tanah Datar SUMATRATRA BARAT. Sekolah ini berdiri resmi pada tanggal 30 juni 1997. Dan tentu saja semuanya melalaui proses yang cukup panjang sampai akhirnya diresmikan pada tanggal 30juni 1997 tersebut yang akan kita bahas pada bagian pembahasan.

Tukang Ratok : Pangabar Kematian

Istilah tukang sudah sangat lazin di tengah masyarakat. Tukang merupakan salah satu profesi yang digeluti oleh seseorang. Jika pembuat bangungan disebut tukang bangunan, Tukang bangunan,Tukang cukur,Tukang listrik,Tukang tambal dan orang yang suka mengejek mengosib juga diberi gelar disebut tukang gosip atau tukang olok-olok. Bahkan orang yang meratapi kematian seseorang pernah mendapat tempat ditengah masyarakat sebagai profesi yaitu tukang ratok.

Balai Ambek : Pasar Pabukoan

Pasar adalah tempat pertemuan antara penjual dan pembeli. Kehadiran pasar menjadi bagian yang wajib dalam tatanan masyarakat modern. Kehadiran pasar memberikan keuntungan baik penjual dan pembeli. Dalam masyarakat Minangkabau pasar merupakan syarat berdirinya suatu nagari. Dalam bahasa Minang pasar disebut balai atau pakan. Pasa pabukoan, di minanagkabau hampir setiap mengenal istilah ini. Pasa pabukoan menghadirkan berkah tersendiri di bulan Ramadan.

Jembatan Ngungun Eksistensi Belanda

Selama lebih dari satu abad, perkebunan menjadi aspek terpenting dalam pereknomian Indonesia pada masa penjajahan. Tujuannya demi kepentingan Belanda untuk menghasilkan surplus ekonomi dengan cara yang sangat mudah dan konsisten. Pola organisasi, penentuan jenis tanaman, serta lokasi penanaman sangat berubah selama kurun waktu 1830 – 1940. Perkebunan sebagian besar menentukan bentuk Indonesia pada masa penjajahan. Konsep tentang perkebunan itu sendiri meliputi berbagai komponen seperti tanah, pekerja, modal, teknologi, skala, organisasi dan tujuan.

Monday, March 16, 2015

Goduang : Gelanggang Pertandingan Layang-layang

Layang-layang sebuah trend yang sudah mendunia. Bahkan di Bali, ada sebuah even layang-layang tingkat internasional yang di selenggarakan setiap tahun. Cerita tentang layang - layang sudah menjadi cerita klasik yang hampir setiap anak-anak merasakannya baik di kampung maupun di kota. karenanya setiap anak di Indonesia pernah memainkan layang - layang. Layang - layang merupakan permainan klasik yang setiap orang dapat memainkannya.  Mulai dari anak-anak sampai dewasa.
Di Sungai Patai permainan layang – layang dipengaruhi oleh musim. Bukan angin musin, bukan juga musim panas atau musim dingin. Musim disini  adalah musim panen. Tidak semua musim panen di area persawahan juga dapat memainkan layang-layang tetapi musim panen yang ada di daerah Goduang.

Kubang Bareh dari Tanah Datar

Ketika acara sunatan rasul adik penulis tahun 2009, ada kejadan menarik yang membuat geli orang yang hadir waktu acara. Teman penulis datang dari daerah Padang yang kebetulan juga pergi penelitian di daerah Saruaso. Waktu itu singgah terlebih dahulu di Sungai Patai kampung penulis untuk menghadiri acara kenduri. Berbagai aneka makanan yang dihidangkan mulai dari gulai, goreng, randang, sampai makanan penutup seperti sarikaya, kubang bareh, lopek.

Sejarah Sungai Patai

Berlainan dengan paruik, kampuang dan suku, maka nagari adalah merupakan suatu masyarakat hokum. Nagari adalah gabungan dari beberapa buah suku, minimal mempunyai 4 buah suku, jadi federasi genealogis. Menurut hokum adat (undang undang nagari), ada empat syarat untuk mendirikan sebuah nagari, yang pertama harus mempunyai sedikitnya 4 suku, kedua harus punya balairung untuk bersidang, ketiga sebuah mesjid untuk beribadah, ke empat sebuah tepian tempat mandi.
Setiap nagari mempunyai batas-batas tertentu yang ditetapkan atas dasar pemufakatan dengan para pangulu dan nagari-nagari bersebelahan. Batas-batas itu adakalanya ditentukan dengan batas-batas alam seperti sungai, sawah, tetapi ada juga yang diberi tanda yang dinamakan lantak pasupadan. Disamping itu nagari juga mempunyai pemerintahan sendiri oleh dewan kerapatan adat nagari yang anggotanya terditi dari pangulu andiko sebagai wakil paruik, maupun suku. Dengan demikian dapatlah dikatakan nagari pada hakekatnya adalah suatu pemerintahan berbentuk republik otonom.[1]
Kata orang yang menceritakan, tidak berapa lama kemudian ninik Parapatiah nan Sabatang berlayar pula membawa tujuh pasang suami istri. Mereka sampai pada suatu tanah menanjung kedalam sungai. Karena tanah itu baik dan subur, mereka menetap disana dan berladang membuat taratak. Tempat itu beliau beri nama Pangkal Bumi. Kemudian menyusul pula duapuluh tiga pasang suami istri dari Pariangan Padang Panjang yang ingin mencari penghidupan disana karena di Pariangan sudah penuh sesak.  Mereka menetap di daerah antara Pangkalan Bumi dan Sungai Tarap. Mereka bersama sama dengan yang tujuh pasang suami istri berladang dan membuat taratak.
Tempat mereka menambatkan perahu atau (jung) nya, dinamakan "Tembatan Ajung", lalu disingkat menjadi tabek Ajung. Sedangkan Pangkal bumi berubah nama jadi Ujung Tanah. Lama kelamanaan berkembang pula orang orang yang di Taratak dan di ladang padi tadi, taratak itu menjadi dusun yang ramai, lalu dibuat orang dua buah koto dipinggir taratak itu, yang bernama Tanjung dan Sungai Mangiang, sebab mata air yang mengalir disana kerapkali jadi mangiang (pelangi) dan dari kedua koto itulah orang pulang pergi ke taratak dan ladangnya masing masing. Hingga kini disitu masih adatempat yang bernama taratak dan ladang.[2]
Kemudian sesuai dengan perkembangan manusia, koto itu dijadikan orang nagari, oleh ninik Parapatiah Nan Sabatang nagari itu diberi namaTanjung Sungayang Nan Batujuah., karena yang menetap di Nagari itu adalah orang yang dua puluh tiga pasang ditambah tujuh pasang tadi. Keturunan mereka sampai kini masih ada di nagari itu. Itulah orang yang berhutan tinggi dan berhutan rendah dan mereka ada berpangkat sepanjang adat di dalam Nagari itu.Sungai patai, merupakan salah satu nagari tua yang ada di Luhak Tanah Datar. Nagari ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Lima Puluh kota. Menurut tutur sejarah yang terdapat dari warih balabeh, dulu disini ada air cembur yang mencembur ke udara sampai terlihat air ini dari Pariangan nagari tertua di Minangkabau.
Sejak dulu mulai dari dusun di talago jaya. Dulu di dusun Talago Tinggi sebelah timur nagari Sungai Patai sekarang terdapa air yang mencembur dari tanah, orang yang dulu dari Talago Tinggi menamai air terbit, yang memancar tegak lurus dan mengaliri dua sungai di sisi barat dan timur perkampungan. Setelah dicemati dari atas dusun Talago Tinggi bentuk nagari ini seberti buah petai yang mana dari sisi ke sisi di aliri sungai dan di tengah – tengah di tempati untuk pemukiman. Setelah dicermati bentuk nagari ini seperti petai. Menurut flosofi orang tua – tuo dahulu petai ini benar berbau busuk akan tetapi jika dimasak untuk makanan akan terasa enak, sama halnya dengan orang – orang yang pernah tinggal atau singgah di nagari ini, jika mereka tidak berpandai – pantai maka hidup disini akan terasa membosankan akan tetapi jika pantai membawakan diri maka akan kerasan tinggal sama layaknya petai jika pandai memasaknya maka akan terasa enak. Di daerah Talago Tinggi ini ditemuka balai (pasar) dan tempat balai untuk kerapatan.
Menurut versi lain di sungai – sungai tersebut tumbuh pohon petai yang sangat besar. Karena temapt Talago Tinggi tidak bisa memnuhi kebutuhan sehari – hari maka oeang – orang dari Talago Tinggi pindah ketempat yang lebih bisa memenuhi kebutuhan orang banyak. Sejak orang Talago Tinggi turun ke daerah rawa – rawa yang kini menjadi pemukiman mansyarakat. Sebelum sampai ke daerah raawa – rawa itu setiap sungai yang mereka temukan selalu ada batang petai yang tumbuh maka mereka berniat jika membuka pemukiman maka memberi nama nagari Sungai Patai.
Setelah turun dari Talago Tinggi, di buat mesjid dan balai – balai adat[3] dalam sistm pemerintahan nagari yang terdiri dari 30 penghulu dan masuk dalam persekutuan adat (adat federate) dimana nagari ini berhulu yaitu persekutuan Sungai Tarab. batas – batas nagari menurut I.G.O ( Comitte dimentie) pada tahun 1914 semasa pemerintahan kolonial belanda dengan ditetapkan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan diarsipkan oleh DT. NARO pada tanggal 2 JUNI 1952, dengan batas nagari : ka timur gunuang sago, kayu bapilin padang nan tigo, hinggo bukik sungkiang ba janjang ka Sungai Patai bapintiu ka ladang lawas. ka barat berbatasan dengan kewalian angari sumanik hinggo batu biliak guguak situnggang puncak nan duo. ke selatan kewalian tanjung sungayang hingga galanggang cigak paraku anjiang labuah sampik mahligai Dt. Gamuak kampuang ranah sungayang. ke utara kewalian si tumbuak hinggo lakuk tarok, bukit tigo sakumpa hinggo lakuk sikumbang.
            System adat yang dipakai di nagari sungai patai adalah hinggo mancakam dahan, tabang manumpu dahan ( dan diwajibkan bagi orang dagang untuk mengaku mamak kepada salah datu suku yang telah menempati sungai patai dari dahulunya. System penghulu Ramo – ramo sikumbang jati, kati endah pulang bakudo, patah tumbuah hilang baganti, pusako lamo disina juo. Biriak – biriak tabang kasasak, dari samak tabang kahalaman, dari ninik turun kamamak dari mamak turun kakamanakan. Dalam kehidupan sosial karajo baiak bahimbaoan karaojo buruak samo – samo malarang.[4]
Perkembangan paruik menimbulkan jurai-jurai. Lama kelamaan juraipun berkembang biak pula, sehingga menjurus terbentuknya paruik-paruik baru. Kemudian paruik ini mendirikan kampuang-kampuang, adakalanya kampuang itu ada yang berjauhan letaknya disebabkan kesempitan ditanah asal. Sekalipun demikian hubungan antara kampuang-kampuang yang sudah banyak itu masih terikat kepada kampung asal. Perkembangan dari kampung kampung inilah yang kemudian menimbulkan suku-suku, yang dikenal dengan 4 suku asal yaitu : Koto, Piliang, Bodi dan Chaniago. Suku artinya kaki, yaitu kaki dari seekor hewan seperti kambing, sapi, kerbau dan sebagainya. Itulah asal mula pengertian suku di Minangkabau sekarang.
Perkembangan selanjutnya, suku dipahamkan sebagai satu kesatuan masyarakat, dimana setiak anggota merasa badunsanak (bersaudara) dan seketurunan, serta mempunyai pertalian darah menurut garis ibu, jadi mengandung pengertian genealogis. Setiap anggota yang mempunya suku yang sama dinamakan sapasukuan dan tidak boleh mengadakan hubungan perkawinan diantara mereka.
Tiap-tiap suku dipimpin oleh seorang pangulu dengan pangilan datuak sebagai sebutan sehari-hari. Setiap suku mempunyai gelar pusaka tertentu, gelar juga tidak berbatas kepada pangulu tetapi setiap laki-laki yang sudah berumah tangga mempunyai gelar dengan peringkat sutan (Misalnya datuak Batuah = gelar seorang penghulu, Sutan Batuah = Gelar seorang laki-laki yang sudah menikah). Istilah pangulu suku adakalanya disebut pangulu andiko dijabat oleh seorang laki-laki yang dipilih oleh segenap anggota keluarga dalam suku. Nagari Sungai Patai terdiri dari 4 Pasukuan yang masing-masing dikepalai oleh Datuak Ampek Suku yaitu pertama,  Pasukuan Koto Piliang,  kepala pasukuannya DT. Angguang. Kedua,  Pasukuan III Ninik, kepala pasukuannya DT. Majo Nan Kuniang. Ketiga, Pasukuan Panai Mandahiling, kepala pasukuannya DT. Lelo Nan Putiah. Keempat, Pasukuan Pitopang Salo nan Tujuah, kepala pasukuannya DT. Paduko Nan Kasek.[5]




[1] Buletin Sungai Puar No. 26 Juli 1988
[2] Curaian Adat Minangkabau. Penerbit : Kristal Multimedia Bukittinggi
[3] Balai Purbaka cagar budaya (BPCB) Batusangkar dengan no regestrasi 22/BCB-TB/A/12/2007
[4] diarsipkan oleh DT. NARO pada tanggal 2 JUNI 1952
[5] Fandi Pratama, “Prosesi adat kematian penghulu di Nagari Sungai Patai kecamatan Sungayang kabupaten Tanah Datar” skirpsi (Jurusan Sastra Daerah Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya Padang : 2015)